Selasa, 15 Desember 2015

OLAH TANAH LIAT DAN PASIR MENJADI RUPIAH



Wardatun Jamilah 

2288142939 
Email: wardajamilah@gmail.com




PENDAHULUAN
Sudah banyak orang yang tahu, Yogyakarta punya sentra pembuatan gerabah di Kasongan dan Jawa Barat terkenal dengan Plered di Purwakarta, sedangkan Lombok juga punya di Banyumelek. Namun siapa sangka, ternyata provinsi Banten juga punya sentra industri gerabah, tepatnya di Desa Bumijaya, kampung dukuh Kecamatan Ciruas, Kabupaten Serang. Banten merupakan wilayah yang berada di ujung barat pulau Jawa. Kabupaten Serang memiliki kerajinan khas daerah salah satunya adalah Kerajinan Gerabah yang di hasilkan oleh masyarakat Desa Bumi Jaya, Kecamatan Ciruas, Kabupaten Serang. Perekonomian masyarakat secara umum bisa dibilang sedikit maju. Selain bekerja di sektor agraris, masyarakatnya bekerja pula dibidang industri. Banyaknya sawah sangat memungkinkan untuk terus memproduksikan gerabah karena dari sawah bisa diambil tanah liat dan pasirnya. Tanah liat dan pasir memang banyak ditemukan, namun tak banyak orang yang mengetahui bagaimana teknik pembuatan tanah liat dan pasir hingga menjadi kerajinan tangan yang unik bahkan bisa menghasilkan rupiah. Penulis tertarik mengambil usaha kerajinan gerabah karena pembuatannya yang tidak mudah dan dibutuhkan modal yang besar serta kelihaian tangan dan juga usaha kerajinan gerabah yang ada di Banten ini hanya ada satu yaitu di kabupaten serang, sehingga penulis berinisiatif untuk membuat karya tulis ini agar supaya bisa memberikan tambahan wawasan mengenai kerajinan gerabah dan tujuan utamanya yaitu sebagai ajang promosi dan mengajak masyarakat untuk ikut belajar bagaimana cara membuatnya. Oleh karena itu, penulis melakukan kajian mengenai proses pembuatan, pengolahan produk gerabah sehingga nanti bisa menimbulkan inovasi-inovasi baru dari bahan baku tanah liat dan pasir.

PEMBAHASAN
Gerabah adalah perkakas yang terbuat dari tanah liat yang dibentuk kemudian dibakar untuk kemudian dijadikan alat-alat yang berguna membantu kehidupan manusia. Gerabah merupakan seni kerajinan tangan yang telah melegenda, seni dan pembuatannya pun telah turun temurun, yang pada dahulu kala gerbah digunakan untuk menyimpan beras, garam dan bumbu-bumbuan disamping digunakan untuk tujuan memasak namun seiring berjalan waktu kini gerabah dapat bernilai seni tinggi tergantung kreativitas dan sang pembuat gerabah.
Penulis melakukan studi kasus dan observasi di Desa Bumijaya, Kampung Dukuh, Kecamatan Ciruas, Kabupaten Serang. Narasumber yang penulis wawancarai bernama Ibu Rodihat, Ibu Rodihat sebagai pengusaha turun-temurun dari keluarga dan usaha ini dibangun dengan modal sendiri. Kerajinan gerabah ini sudah dilakukan turun-temurun dari nenek moyang sudah ada sekitar tahun 40/50an, Ibu Rodihat sebagai pengusaha gerabah dibantu oleh beberapa karyawannya. Para pengrajin gerabah ini bisa menghasilkan beratus-ratus gerabah dalam ukuran yang kecil, untuk gerabah ukuran besar bisa menghasilkan 10-20 buah setiap bulannya. Produksi keramik yang dihasilkan di desa Bumi Jaya bermacam macam jenisnya antara lain; kendi, gentong, celengan, padasan (tempayan untuk air sembahyang), pot bunga, pot raksasa dan lain sebagainya. Untuk gerabah ukuran kecil bisa dijual kisaran harga mulai dari Rp.5.000 rupiah dan untuk gerabah ukuran besar dijual dengan harga puluhan juta rupiah. Para pengrajin disini belum mengenal glasir dan corak warna serta pembakaran masih dilakukan secara tradisional. Bentuk barang yang diproduksi tidak mengalami prubahan yang segnifikan dari tahun ke tahun dari segi estetika tidak diperhatikan hingga mutu atau kulitas rendah, tidak menarik konsumen sebagai barang hiasan. Tetapi para pengrajin disini tidak terpengaruh terhadap membanjirnya keramik asing yang datang dari Cina yang bermotif indah dan menawan.
            Di Desa Bumi Jaya, di kenal dari jaman dulu hingga sekarang dengan sebutan sebagai ‘desa gerabah’ karena, karya seninya yang telah melalangbuana hampir ke seluruh pelosok Nusantara dan mancanegara. Tapi sedikit saja orang yang tahu, keramik yang sering dijadikan interior maupun eksterior hotel-hotel kawasan Anyer, Bali, dan beberapa perumahan elite di Jakarta, ternyata keramik yang digunakan adalah hasil karya tangan-tangan terampil Banten. Secara tidak sadar pula, ibu-ibu rumah tangga yang selama ini akrab dengan gerabah dari tanah liat, yang selalu di pakai untuk menyimpan beras atau mendinginkan air, ternyata tidak jauh di buat dari lokasi mereka tinggal.
Bahan tanah liat dan pasir ini biasa diambil dari sawah. Karena di sekitar rumah ibu Rodihat masih banyak sawah. Dalam proses pembuatan gerabah bahan baku yang dibutuhkan adalah tanah liat, pasir dan air, peralatan yang digunakan pun cukup sederhana yaitu kayu untuk membentuk tanah liat dan tungku besar untuk pembakaran gerabah. Bahan dasar untuk membuat Gerabah dari Tanah liat adalah tanah. Proses pertama kita harus memilih tanah yang benar-benar bagus, tidak boleh memilih sembarang tanah. Yang jelas tanah tersebut bukan tanah kapur, karena tanah tersebut tidak bisa diolah menjadi bahan utama.
Lalu proses yang kedua tanah yang sudah dipillih kemudian disiram air dan diamkan selama satu hari satu malam, berfungsi agar tanah tersebut benar-benar lunak untuk mempermudah proses pengolahan dan keesokan harinya tanah harus disisir dengan cangkul untuk mencari batu-batu yang masih ada dalam tanah, proses menyisir tersebut di lakukan sebanyak 3 sampai 5 kali. Proses ketiga tanah yang sudah diolah tersebut  dibentuk bulat seperti bola dan dimasukan kedalam mesin penggilingan tanah agar tanah tersebut benar-benar halus, proses penggilingan tanah dilakuakan sebanyak 3 sampai 5 kali, tanah yang sudah dihaluskan kita bulatkan lagi seperti bola, agar mudah memindahkan tanah tersebut. Proses yang keempat adalah proses pembentukan segala bentuk yang di inginkan. Proses kelima tanah liat yang sudah berbentuk (piring makan) dijemur dibawah terik matahari selama 1 sampai 2 hari, agar tanah tersebut tidak terlalu lunak, berfungsi untuk dihaluskan dan disimpan lagi selama satu malam, proses penjemuran dan penghalusan selama 6 sampai 7 hari agar barang tersebut benar-benar siap untuk di bakar. Proses keenam yaitu proses pembakaran, semua barang yang sudah siap dibakar dimasukan kedalam tukung pembakaran,  tata dengan rapi, barang yang berukuran besar  diletakan paling bawah dan diberi  potongan kayu bakar diatas barang tersebut lalu letakan lagi barang, sampai tersusun rapi dan benar-benar aman, kalau barang tersebut berjumlah banyak ditata dengan ketinggian 1 sampai 2 meter dari mulut tungku pembakaran tersebut, kemudian bagian tepi-tepi yang ketinggian 1 sampai 2 meter tersebut diberi lapisan tanah liat tetapi di campur dengan jerami sampai tidak terlihat barang yang mau kita bakar. Proses ketujuh adalah mulai masukan kayu bakar kedalam mulut tungku dan nyalakan dengan  api dan proses pembakaran tersebut memakan waktu sekitar 10 sampai 12 jam, agar barang tersebut benar-benar matang, kuat dan tahan air.

KESIMPULAN
Gerabah merupakan seni kerajinan tangan yang telah melegenda, seni dan pembuatannya pun telah turun temurun, yang pada dahulu kala gerbah digunakan untuk menyimpan beras, garam dan bumbu-bumbuan disamping digunakan untuk tujuan memasak namun seiring berjalan waktu kini gerabah dapat bernilai seni tinggi tergantung kreativitas dan sang pembuat gerabah. Ibu Rodihat sebagai pengusaha turun-temurun dari keluarga dan usaha ini dibangun dengan modal sendiri. Kerajinan gerabah ini sudah dilakukan turun-temurun dari nenek moyang sudah ada sekitar tahun 40/50an, Ibu Rodihat sebagai pengusaha gerabah dibantu oleh beberapa karyawannya. Di kampung Dukuh setiap orang mampu menghasilkan 10 – 20 gentong sehari, bahan setengah jadi. Produksi keramik yang dihasilkan hampir di setiap rumah didesa Bumi Jaya bermacam macam. Para pengrajin disini belum mengenal glasir dan corak warna serta pembakaran masih dilakukan secara tradisional. Bentuk barang yang diproduksi tidak mengalami prubahan yang segnifikan dari tahun ke tahun dari segi estetika tidak diperhatikan hingga mutu atau kulitas rendah, tidak menarik konsumen sebagai barang hiasan.
Sebagai mahasiswa yang harus mengamalkan tri dharma perguruan tinggin, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian,  harus peka terhadap kondisi yang ada di masyarakat, khususnya daerah sekitar Banten. Melalui penelitian dan pengabdian penulis mencoba mengabdikan dirinya untuk mengkaji kesulitan serta mencari solusi terbaik bagi masyarakat. Oleh karena itu, dalam  project kali ini saya akan mengajukan mengenai pembuatan kerajinan gerabah agar di design semenarik mungkin dengan diberi corak yang banyak warna, agar minat masyarakat kepada gerabah khas Banten ini meningkat. Dengan adanya tindak lanjut pengolahan serta promosi produk diharapkan dapat meningkatkan keeksisan produk-produk khas Banten dan mempromosikan kerajinan tangan masyarakat Banten.


DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar